Powered By Blogger

Senin, 13 Desember 2010

PENDIDIKAN SAAT INI

KEHIDUPAN GURU PADA RANAH SOSIAL MASYARAKAT

Guru adalah tokoh sentral dalam dunia pendidikan, semua pejabat, mentri bahkan presiden pun pernah dididik oleh seorng guru. Tapi seiring dengan kemajuan zaman dan negara yang mulai berkembang ini, kesejahteraan guru masih saja terabaikan.

Sebelum pemerintahan orde baru guru memiliki cerita yang unik, mengapa bisa demikian? Guru pada saat itu masih memiliki ciri orang yang tidak punya di pandang sebagai sisi ekonomi. Kehidupan guru pada umumnya adalah kurang sejahtera. Mau makan makanan enak saja harus berfikir lima kali karena masih memikirkan yang lain, maksudnya itu kebutuhan yang lain. Pada saat itu guru untuk dapat bisa naik motor saja susah sekali. Sampai-sampai Iwan Fals bikin lagu untuk kaum guru supaya pemerintah terbangun.

Kondisi diatas berbeda jauh dengan kehidupan guru masa kolonial, pada zaman penjajahan tersebut, posisi, dan profesi guru sangat dihormati, bahkan berada pada tatanan kaum elite priyayi. Dalam berbagai kegiatan, baik kegiatan kemasyarakatan maupun kenegaraan, para guru selalu ditempatkan pada posisi terdepan. Harga diri, wibawa, penghargaan masyarakat, dan penghargaan materi pun saat itu sangat memadai bagi guru. Bahkan, dalam perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan republik Indonesia pun guru selalu pada garis terdepan. Kita tahu, Panglima Besar Jenderal Sudirman (Alm). Pun adalah seorang guru.

Soal kualitas? Dari tangan guru masa itulah lahir Soekarno, Tan Malaka, Hatta, Syahrir, KH. Agus Salim, Ahmad Dahlan dan banyak lagi. Yang membawa negeri ini pada kemerdekaannya. Sebenarnya antusiasme masyarakat untuk menjadi guru memang tidak berubah pada masa sekarang. Hanya saja tidak diimbangi dengan kualitas yang memadai. Guru tidak dimaknai sebagai pengabdian untuk mengembangkan pengetahuan (know-what, knowledge), sikap (know-why, attitude) dan ketrampilan (know-how, skill) kepada peserta didik.

Tetapi guru dianggap sebagai pilihan terakhir dari sebuah pekerjaan. Artinya, banyak orang bersekolah guru, baik D2, IKIP, atau ikut akta 4, bukan untuk memajukan negeri. Tetapi agar mudah terserap menjadi tenaga kerja.

Memang berdasarkan hasil penelitian IRDA (Indonesia Rapid Decentralization Aprraisal), di seluruh pelosok Indonesia, permasalahan guru yang paling menonjol, selain permasalahan klasik soal kesejahteraan adalah kekurangan jumlah guru dan tidak meratanya penyebaran guru di sekolah yang ada di perkotaan dan di pedesaan atau pedalaman. Sayangnya, membludaknya jumlah masyarakat yang mengikuti pendidikan guru (meski sebuah pilihan terakhir) tidak diimbangi dengan kualitas yang memadai. Sehingga tak heran jika kualitas guru pun menjadi keprihatinan banyak pihak karena sangat banyak guru yang kurang memenuhi syarat mengajar mata pelajaran tertentu atau pun kelas tertentu yang ditugaskan kepada mereka, sehingga mereka sering menjadi kambing hitam rendahnya mutu pendidikan di tanah air. Harus diakui bahwa hingga saat ini mutu pendidikan di Indonesia adalah rendah, termasuk rangking bawah dibandingkan pendidikan di beberapa negara Asia Tenggara.

Sampai disini dapat ditarik kesimpulan bahwa rendahnya kesejahteraan guru berbanding lurus dengan anjloknya kualitas guru. Karena itu untuk mendongkrak kualitas dan profesionalisme guru di negeri ini pemerintah harus menyediakan dana khusus untuk kesejahteraan guru. Karena sangatlah munafik ketika meneriakkan pentingnya profesionalitas guru sebagai pendidik anak-anak bangsa tapi menyetujui agar gaji guru tidak dinaikkan. Penghargaan yang tinggi selalu berbanding lurus dengan profesionalitas. Dalam teori behaviorism disebutkan bahwa perbuatan yang mengenakkan atau positif akan cenderung diulang manakala mendapatkan reinforcement (penghargaan).

Dan masalahnya bagaimana para guru dapat memenuhi standar profesionalisme seperti yang diharapkan masyarakat sementara nasib guru sendiri tak menentu? Bukan rahasia umum lagi yaitu gaji guru yang rendah. Dengan gaji yang kecil dari pemerintah itu, para guru dipaksa mengajar sembari memenuhi kebutuhan ekonomi yang kian melangit dan biaya pendidikan anak-anak mereka yang kian tak tersentuh Nasib suram masih menyelimuti guru Indonesia. Buktinya tiap kali memperingati hari Guru Nasional pada tanggal 25 November tuntutan guru masih tidak berubah; yakni soal kesejahteraan. Hal ini mengisyaratkan masih beratnya beban hidup para guru dan lalainya negara memperhatikan nasib pahlawan tanpa tanda jasa itu.

Seorang guru selalu berusaha mencetak anak didiknya menjadi orang yang berguna, tapi setelah tugasnya tersebut bisa dikatakan berhasil, Yang terjadi selanjutnya justru berbanding terbalik. Para pejabat sekarang ini dapat dipastikan dulunya adalah seorang murid yang pernah dididik oleh kesabaran dan keikhlasan seorang guru, namun hampir dapat dipastikan juga mereka seperti kacang yang lupa akan kulitnya. Mereka lupa akan jasa guru yang telah menyukseskannya. Hal ini dapat dibuktikan dengan nasib guru yang kurang begitu diperhatikan oleh pemerintah. Kesejahtraan merekapun selalu dikesampingkan.

Bukan rahasia umum lagi yaitu gaji guru yang rendah. Dengan gaji yang kecil dari pemerintah itu, para guru dipaksa mengajar sembari memenuhi kebutuhan ekonomi yang kian melangit dan biaya pendidikan anak-anak mereka yang kian tak tersentuh. Parahnya lagi, gaji kecil itu masih dikenai potongan sana-sini yang tak jelas tujuannya oleh pejabat diatasnya.

Kadimin misalnya, ia merupakan seseorang yang sudah puluhan tahun berkelut di bidang akademis dengan menjadi seorang guru di salah satu sekolah negeri di daerah Kabupaten Tangerang. sudah banyak muridnya yang ia antar ke gerbang kesuksesan, tapi nasib ia sendiri belum juga berubah. Kesehariannya begitu sederhana, bahkan sangat jauh apabila dibandingkan dengan para mantan muridnya dulu yang kini tengah sukses. Keprihatinan seperti ini bukan tidak mungkin terjadi dan dialami oleh banyak guru lainnya di Indonesia.

Saat ini pemerintah mungkin sudah mencoba untuk sedikit menyenangkan guru dengan adanya berbagai program kependidikan, program sertifikasi dan BOS misalnya. Walaupun anggaran pendidikan ditingkatkan oleh pemerintah, namun pada pelaksanaannya hal tersebut tidaklah seperti apa yang diharapkan, khususnya bagi para guru. Banyak terjadi pangkas dana kanan-kiri oleh para oknum yang tidak bertanggung jawab, belum lagi proses mendapatkan sertifikasi guru yang cukup menyulitkan. Bisa dibayangkan seperti apa nasib para guru sekarang, sangat memprihatinkan.

Sudah sepantasnyalah jika pemerintah tidak hanya memikirkan rencana dan sekedar rencana mengenai peningkatan kesejahteraan guru, melainkan juga harus turut serta mengawasi pelaksanaannya. Dengan demikian, guru tidak hanya menyandang “pahlawan tanpa tanda jasa” tapi pemerintah pun akan menyandang “pejabat yang ingat jasa gurunya"

Sumber gambar: http://natahbali.wordpress.com


Blog: http://www.pewarta-kabarindonesia.blogspot.com/
Alamat ratron (surat elektronik): redaksi@kabarindonesia.com
Berita besar hari ini...!!! Kunjungi segera:http://www.kabarindonesia.com//