Powered By Blogger

Jumat, 20 Mei 2011

Bangkitlah Indonesiaku PNSkanlah Honorer ku

Dalam hal ini Kebangkitan Nasional adalah masa dimana bangkitnya rasa dan semangat persatuan, kesatuan, dan nasionalisme serta kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia, yang sebelumnya tidak pernah muncul selama penjajahan. Sekarang kita tak memperjuangkan lagi kemerdekaan, tetapi mengisi kemerdekaan. Seratus tiga tahun yang lalu Kebangkitan Nasional itu telah dirintis, dan pertama kali diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional 63 tahun yang lalu tepatnya 20 Mei 1948.
Di era globalisasi sekarang ini, yang terpenting adalah (integrasi) interpretasi dan reintrepetasi nilai-nilai serta simbol-simbol yang akan digunakan dalam menghadapi tantangan dan kebutuhan masa datang.
Amerika dan Eropa sebagai negara maju dan menjadi pusat peradaban dunia di bidang ilmu pengetahuan saat ini juga dapat dijadikan contoh. Predikat tersebut tidak diperoleh begitu saja, akan tetapi mengalami sejarah panjang. Pergulatan historis dalam menumbuhkan nilai-nilai kultural pada masyarakatnya, terutama penekanan untuk menguasai ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dibela mati-matian meskipun harus berhadapan dengan dominasi gereja. Cofernicus berani dihukum mati oleh pihak gereja hanya untuk mempertahankan temuannya di bidang sains.
Iran, negara Islam dengan mengadopsi sistem demokrasi Barat, adalah contoh lainnya. Iran yang sekarang tumbuh pesat di bidang ilmu pengetahuan, juga tumbuh dari budaya kultural. Ia mewarisi budaya Persia yang sudah sejak lama mencintai ilmu pengetahuan. Filsafat sebagai bapaknya Ilmu Pengetahuan nyaris mati di dunia Islam lain, tetapi tidak di Iran. Kunci lainnya adalah adanya “musuh bersama nasional” yaitu Amerika. Iran cerdik dalam menumbuhkan siapa musuh yang harus mereka lawan. Amerika dijadikan musuh bersama dan ditekankan kepada setiap generasi. Sehingga meskipun Iran diembargo tetapi tidak berdampak apapun pada sektor ekonomi. Iran malah tumbuh pesat di bidang ilmu pengetahuan, mereka termasuk salah satu negara yang menguasai teknologi nano, teknologi nuklir, mampu membuat mobil sendiri, dan banyak lagi. Embargo dari Amerika dijadikan sebagai modal awal untuk bangkit, karena mereka menemukan momentum kesadaran kolektif untuk bangkit.
Indonesia, sebagai negara dengan sumber daya alam melimpah harus menata ulang pranata-pranata sosial jika ingin bangkit dan tidak menuju “kebangkrutan nasional”. Harus ada “musuh bersama” sehingga dapat dijadikan momentum kesadaran kolektif seluruh elemen bangsa. Apa yang harus dijadikan musuh bersama oleh bangsa kita? Tidak mungkin Amerika, karena negara ini bersifat terbuka. Tidak mungkin negara lain dijadikan musuh. Musuh bersama sejati negara kita adalah “Kebodohan”. Para pendiri bangsa ini sudah sangat tepat dalam merumuskan sistem Negara yaitu demokrasi. Tetapi tidak didukung oleh sumber daya manusia yang tepat. Semangat untuk mencerdaskan bangsa juga sudah tercantum dalam undang-undang. Kebodohan tidak hanya diukur oleh tingkat pendidikan. Negara telah tepat mengalokasikan anggaran untuk sektor pendidikan 20% dari total anggaran APBN. Total APBN kita berada di angka 1200 Trilyun. Jika dua puluh persennya digunakan secara tepat maka harapan untuk bangkit adalah besar. Tetapi apa kenyataannya, daya serap dari program-program Kementerian Pendidikan sebagai lembaga eksekutor APBN tersebut sangat rendah. Anggaran tidak dapat digunakan sebagaimana mestinya. Kementerian Pendidikan kebingungan dalam mengelola anggaran yang begitu besar (bukan artinya mereka bodoh, tetapi juga bukan artinya mereka cerdas karena jika cerdas tentu anggaran sebesar itu dapat dijadikan modal bagi kebangkitan bangsa).
Subsidi salah tempat. Subsidi diberikan untuk konsumsi. BBM konsumsi disubsidi besar-besaran, tetapi tidak untuk BBM Industri. Seharusnya subsidi diperuntukkan untuk bidang produksi yang akan meningkatkan nilai tambah ekonomis. Pajak impor barang konsumsi menjadi nol, tetapi tidak untuk barang produksi. Beberapa barang produksi malah dikenakan pajak berlipat. Lantas kita mau bicara kebangkitan nasional? Subsidilah seluruh buku agar rakyat mampu membaca dengan murah! Subsidilah barang untuk produksi bukan untuk barang konsumsi! Ketika para eksekutor kebijakan telah memahami makna dari kebangkitan dari kebodohan-kebodohan kita, maka ada harapan bangsa ini tidak mengalami kebangkrutan di masa depan.
Apa lagi kalau pemerintah tidak memihak terhadap honorer. Berapa banyak uang yang d selewengkan dalam pajak. Berapa banyak orang yang menggondol uang rakyat. Kalau pemerintah tidak bisa mengangkat honorer menjadi CPNS, apakah akan menjadikan beban bagi pemerintah daerah? Mau di kemanakan para honorer yang sudah lama mengabdi? Bangkitlah Indonesiaku, bangkitlah honorer ku untuk bersatu melawan ketidak adilan. Menekan pemerintah untuk menagih janji-janji yang selama ini kita suarakan. Salam juang!!!
Sumber : www.menpan.go.id, www.jpnn.com, www.kemenpan.com, www.bandung.detik.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar